TintaOtentik.co – Menyentuh usia ke-79, Badan Intelijen Negara (BIN) didorong untuk mengakselerasi adopsi teknologi intelijen terkini sebagai fondasi krusial dalam memperkokoh pertahanan keamanan serta kedaulatan bangsa. Penegasan ini disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo, di Jakarta pada hari Kamis.
Menurut Bamsoet, di tengah gelombang disrupsi teknologi yang begitu masif, transformasi digital dalam tubuh BIN dan penguatan kemampuan analisis prediktif bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah imperatif. BIN tidak dapat lagi hanya mengandalkan metode-metode konvensional dalam menjalankan tugasnya.
Lebih lanjut, Bamsoet menekankan bahwa di usia yang semakin matang ini, BIN tidak hanya mengenang sejarah panjang pengabdiannya kepada negara, tetapi juga dihadapkan pada tantangan-tantangan yang semakin kompleks di masa depan.
Sebagai garda terdepan ‘mata dan telinga’ negara yang kredibel dalam menghadapi ancaman siber dan terorisme global, BIN dituntut untuk memiliki komitmen yang tak tergoyahkan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia.
“Perjalanan senyap BIN dalam menjaga negeri harus terus berlanjut, memastikan setiap warga negara dapat merasa aman dan terlindungi,” ujarnya.
Bamsoet menggarisbawahi bahwa ancaman di dunia maya saat ini telah berevolusi jauh melampaui sekadar peretasan situs web.
Kini, ancaman siber menjelma menjadi aksi spionase yang canggih, serangan yang menyasar infrastruktur vital nasional, pencurian data sensitif dalam skala besar, hingga operasi disinformasi dan misinformasi yang bertujuan untuk merongrong stabilitas politik dan sosial.
Serangkaian insiden kebocoran data yang dialami berbagai institusi, baik pemerintah maupun swasta, dalam beberapa waktu terakhir menjadi bukti nyata akan ancaman ini.
Dalam konteks ini, BIN dituntut untuk tidak hanya bertindak reaktif terhadap insiden yang terjadi, tetapi juga proaktif dalam memetakan aktor-aktor yang berpotensi menjadi ancaman di dunia siber.
Upaya ini mencakup peningkatan kapabilitas dalam intelijen sinyal dan intelijen siber, serta membangun kolaborasi yang erat dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), serta para penyedia layanan internet.
Selain itu, Bamsoet juga menyoroti urgensi penguatan sumber daya manusia di tubuh intelijen dengan individu-individu yang memiliki keahlian mumpuni di bidang teknologi siber, penguasaan analisis data besar (big data analytics), serta kecerdasan buatan (AI).
Ia menilai bahwa Indonesia menjadi target yang sangat potensial untuk serangan siber mengingat jumlah pengguna internet yang mencapai 221,56 juta jiwa pada tahun 2024. Data dari BSSN pada tahun 2023 mencatat lebih dari 400 juta upaya serangan siber dan anomali trafik yang menyasar Indonesia.
“Meskipun detail operasi BIN bersifat rahasia, perannya dalam memberikan peringatan dini dan analisis intelijen mendalam terkait potensi serangan siber terhadap target-target strategis nasional menjadi sangat krusial,” tegasnya.
Di sisi lain, Bamsoet juga memberikan apresiasi atas catatan positif Indonesia yang berhasil menihilkan serangan terorisme selama dua tahun terakhir.
Keberhasilan ini, menurutnya, tidak terlepas dari peran aktif BIN dalam berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus 88 Polri dalam melaksanakan upaya pencegahan, penindakan, dan deradikalisasi.
“Langkah-langkah seperti pemantauan aktivitas online, penangkapan pelaku terorisme, dan program deradikalisasi telah memberikan dampak positif dalam menekan aktivitas terorisme di Indonesia,” tukasnya.