TintaOtentik.Co – Amerika Serikat bersama Korea Selatan kembali menghidupkan kawasan Pelabuhan Agila Subic di Filipina, yang dulu dikenal sebagai rumah bagi pangkalan luar negeri terbesar Angkatan Laut AS. Lebih dari tiga dekade setelah ditinggalkan pada 1992, kawasan strategis yang berada di Freeport Zone itu kini bertransformasi menjadi pusat pembuatan kapal, logistik, hingga pertahanan.
Subic yang sempat mati suri akibat kebangkrutan Hanjin Heavy Industries pada 2019, kini dikelola oleh Hyundai Heavy Industries dengan dukungan investasi baru dari AS. Perubahan ini menandai kembalinya Subic sebagai simpul penting dalam dinamika keamanan Asia-Pasifik.
“Investasi baru dari AS dan Korea Selatan menghidupkan kembali kepentingan strategis Teluk Subic di tengah meningkatnya ketegangan regional dengan Tiongkok,” tulis Newsweek dikutip Minggu (21/9/2025).
Pergeseran Strategi Regional
Revitalisasi Subic menegaskan perubahan besar dalam lanskap geopolitik kawasan, terutama dengan meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan. Filipina sendiri tengah menghadapi sengketa teritorial berkepanjangan dengan Beijing, yang mengklaim sebagian besar wilayah laut dalam zona ekonomi eksklusif Manila, wilayah yang AS sebut sebagai “halaman belakang” China.
Selain menjadi galangan kapal komersial, Subic kini juga disiapkan sebagai pusat logistik Korps Marinir AS. Tak hanya itu, pemerintah Filipina dan AS telah menyetujui pembangunan pabrik amunisi raksasa di kawasan Freeport Zone. Proyek tersebut digadang sebagai salah satu pusat manufaktur senjata terbesar di dunia.
Presiden AS Donald Trump menilai proyek itu krusial.
“Ini sangat penting. Kalau tidak, kami tidak akan menyetujuinya,” ujar Trump setelah bertemu Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. pada Juli lalu.
Marcos menambahkan, fasilitas itu akan memperkuat modernisasi militer negaranya sekaligus mendukung kemandirian pertahanan.
Rebutan AS-China
Kebangkitan kembali Subic tidak lepas dari perebutan investasi antara AS dan China. Pasca kebangkrutan Hanjin, perusahaan-perusahaan China sempat mengincar penguasaan galangan kapal tersebut. Namun, akhirnya Cerberus Capital Management dari Amerika berhasil mengambil alih pada 2018, menghalangi langkah Beijing yang dinilai bisa melemahkan posisi strategis AS dan Filipina.
Analis maritim Brent Sadler menegaskan, jika China berhasil menguasai Subic, situasinya akan berbahaya bagi kedua sekutu.
“Tiongkok mengincar pelabuhan tersebut dengan tawaran untuk mengambil alih galangan kapal. Hal ini akan menjadi masalah bagi keamanan AS dan Filipina, terutama dalam mempertahankan kehadiran angkatan laut yang menangkal perambahan Tiongkok di dekat Laut Cina Selatan,” ujarnya.
Simbol Sinergi Baru
Kebangkitan Subic juga dirayakan secara simbolis dalam peresmian pemotongan baja oleh Hyundai. Duta Besar AS untuk Filipina MaryKay Carlson menekankan arti penting kawasan itu.
“Pembuatan kapal kembali di Galangan Kapal Agila Subic! Merasa terhormat bergabung dengan Presiden Marcos dan Duta Besar Korea Selatan Lee dalam upacara pemotongan baja HD Hyundai, yang menyoroti peran strategis Teluk Subic di Koridor Ekonomi Luzon,” tulis Carlson di akun X.
Dengan revitalisasi ini, Subic kembali menegaskan dirinya sebagai pusat strategis pertahanan dan ekonomi kawasan, sekaligus menjadi simbol kebangkitan aliansi pertahanan AS-Filipina di tengah meningkatnya tekanan Tiongkok di Asia Tenggara.
Laporan: Tim