TintaOtentik.Co – Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) terus mendorong penguatan program Makan Bergizi Gratis (Program MBG) sebagai bentuk investasi jangka panjang dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
Tak hanya berdampak pada pemenuhan gizi anak, program MBG juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan melalui pelibatan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), koperasi, hingga BUMDes di seluruh Indonesia.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, saat meninjau salah satu dapur layanan SPPG (Satuan Pelayanan Pangan Gizi) di Tangerang Selatan, menyebutkan bahwa sekitar 2.390 titik SPPG telah aktif dan melibatkan ribuan pelaku UMKM, termasuk di antaranya 3.084 UMKM, 551 koperasi, 149 BUMDes, dan 2.334 supplier lainnya.
“Selain memberikan asupan gizi kepada anak-anak, program MBG juga menghadirkan efek ekonomi luar biasa besar. Ada prinsip ekonomi sederhana yang bergerak di lapisan bawah masyarakat,” ujar Dadan
“Di Tangsel saja, satu dapur bisa melibatkan minimal 15 supplier, dan ini menyerap tenaga kerja dari kalangan ibu rumah tangga yang sebelumnya tidak bekerja,” kata Dadan.
Dadan menambahkan, pelaksanaan program ini juga telah membuka lapangan kerja secara masif. Satu supplier sayuran yang dikunjunginya di Pamulang, misalnya, mempekerjakan 15 orang pekerja lokal.
“Bahkan para pekerja di dapur layanan pun telah didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan perlindungan sosial,” pungkasnya.
Menteri Koperasi dan UMKM, Maman Abdurrahman, menyatakan bahwa program ini dikemas dalam bentuk ekosistem pangan dan gizi nasional, bukan sekadar pembagian makanan. Dalam satu SPPG, tidak hanya ada dapur, tapi juga ada pertemuan antara produsen lokal dan pembeli (BGN), serta kehadiran ahli gizi untuk merancang menu berbasis sumber daya lokal dan kesukaan masyarakat setempat.
“Contohnya di Tangsel, masyarakat gemar makan lele. Maka lele menjadi menu favorit dan disiapkan tiga kali dalam seminggu. Satu dapur membutuhkan 3.500 lele per hari, artinya setiap minggu dibutuhkan lebih dari 10.000 ekor. Ini menciptakan demand baru, pasar baru yang bisa dimanfaatkan peternak lokal,” ujar Maman.
Ia juga menyebutkan, dengan lebih dari 2.391 SPPG yang sudah terbentuk, total tenaga kerja yang diserap mencapai 94.000 orang, belum termasuk tenaga kerja yang bekerja di sisi hulu seperti supplier bahan pangan.
Menurutnya, program MBG akan terus diperluas hingga menjangkau 82,9 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia. Saat ini baru menjangkau 7,5 juta penerima, yang setara dengan total penduduk Singapura. Jika terealisasi penuh, program ini akan menciptakan demand harian sebesar 82,9 juta telur dan potensi produksi 100 juta ekor ayam, menjadikannya sebagai pendorong utama ekonomi kerakyatan.
Mengenai kualitas pasokan, Menteri UMKM menegaskan bahwa seluruh komoditas yang masuk harus memenuhi standar tinggi—baik dari segi kualitas maupun kontinuitas. Hal ini penting karena program ini dijalankan setiap hari dan menyasar anak-anak sebagai penerima manfaat utama.
Untuk menjadi supplier resmi, pelaku usaha bisa langsung terhubung dengan SPPG di daerahnya atau mendaftar sebagai mitra melalui portal mitra.dgr.go.id. Pemerintah juga menyediakan pelatihan, pendampingan, hingga fasilitasi legalitas seperti BPJS, NIB, sertifikat halal dan izin BPOM.
“Target kita adalah semua SPPG menjadi SPPG Ramah UMKM. Artinya, minimal 15 pelaku UMKM harus terlibat dalam tiap SPPG. Ini adalah perintah langsung dari Presiden dan Kepala BGN agar ekonomi kerakyatan benar-benar bergerak dari bawah,” pungkas Dadan.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan ditargetkan membentuk sekitar 169 SPPG, yang jika masing-masing dibiayai sekitar Rp10 miliar per tahun, maka total dana yang mengalir ke Tangsel bisa mencapai hampir Rp2 triliun 85% di antaranya digunakan untuk membeli bahan pangan dari UMKM lokal.
Laporan: iwanpose