TintaOtentik.co – Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa konsekuensi pidana akan diberlakukan bagi para kepala daerah yang mengabaikan sanksi administratif terkait penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan sistem open dumping. Hanif mengungkapkan bahwa sebanyak 343 lokasi TPA telah menerima sanksi administratif berupa perintah penutupan.
Lebih lanjut, ia mengindikasikan bahwa beberapa daerah telah menghadapi proses hukum pidana akibat ketidakpatuhan dalam menutup TPA open dumping. Namun, Hanif tidak memberikan rincian spesifik mengenai daerah-daerah mana saja yang telah dikenakan sanksi pidana tersebut.
“Sanksi administratif telah dijatuhkan kepada 343 unit lokasi TPA di seluruh Indonesia, dan saat ini kami melakukan pengawasan intensif selama enam bulan. Kami serius dalam hal ini, dan di beberapa wilayah, sejumlah TPA telah memasuki tahap penyidikan, bahkan beberapa di antaranya telah menetapkan tersangka,” ujarnya saat ditemui di Hotel Azana, Tawangmangu, Karanganyar, pada Selasa (13/5/2025).
Ia menegaskan bahwa sanksi administratif yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup bukanlah sekadar formalitas. Ia menekankan bahwa perintah tersebut merupakan tindakan tegas untuk memastikan penutupan praktik open dumping.
“Perintah paksaan dari pemerintah ini bukanlah sekadar surat peringatan biasa, melainkan sebuah tindakan serius untuk mengawal implementasi penutupan. Bagi siapa pun yang tidak mengindahkan perintah paksaan ini, ancaman sanksi pidana dengan hukuman maksimal satu tahun menanti. Ini adalah konsekuensi dari sanksi administratif pemerintah,” jelasnya.
Hanif menekankan keseriusan pihaknya dalam menangani isu lingkungan. Ia mengingatkan bahwa perlindungan lingkungan diatur dalam Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.
Pasal 98 ayat tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang mencemari baku mutu air, air laut, atau merusak lingkungan hidup akan dikenakan hukuman pidana dengan masa tahanan minimal tiga tahun dan maksimal sepuluh tahun, serta denda maksimal Rp 10 miliar.
“Jika penanganan sampah tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh, kami akan menerapkan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, yang mengancam dengan hukuman pidana empat tahun atau denda Rp 10 miliar, jika tindakan tersebut menimbulkan kerusakan lingkungan yang signifikan,” jelasnya.
Menurutnya, tanggung jawab penanganan lingkungan berada di tangan kepala daerah setempat, sesuai dengan amanat Pasal 29 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa penanganan sampah sepenuhnya menjadi kewenangan bupati dan wali kota.
“Kami akan menelusuri hingga ke tingkat tertinggi siapa pun yang bertanggung jawab atas masalah pembuangan sampah ini. Kami akan mencari tahu siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas sanksi administratif berupa perintah paksaan dari pemerintah ini,” tegasnya.
Berdasarkan informasi dari laman kemenlh.go.id, upaya penutupan TPA dengan sistem open dumping telah dimulai sejak tahun 2008, namun implementasinya belum optimal.
Oleh karena itu, KLH/BPLH melalui Deputi Bidang Penegakan Hukum dan Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya Beracun akan mengawal proses penegakan hukum ini agar dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebelumnya dilaporkan bahwa Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, telah mengumumkan penutupan 343 lokasi tempat pemrosesan akhir yang menggunakan sistem open dumping atau pengolahan sampah terbuka. Penutupan ini dilakukan selama enam bulan agar pengelola dapat melakukan perbaikan.
Hanif menyatakan bahwa pihaknya telah mengeluarkan surat perintah paksaan kepada 343 lokasi tempat pemrosesan sampah akhir. Hal ini diungkapkan Hanif setelah mengunjungi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo, Solo.