TintaOtentik.Co – Proses pemilihan Ketua RW 03 di Kelurahan Muncul, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, memicu polemik di kalangan warga, khususnya di lingkungan Perumahan Baru Asih.
Warga menilai proses tersebut cacat secara prosedural karena tidak disosialisasikannya Peraturan WaliKota Tangerang Selatan Nomor 103 Tahun 2022 yang menjadi dasar hukum pelaksanaan pemilihan RW.
Minimnya keterbukaan informasi dan partisipasi warga membuat pemilihan RW kali ini dinilai tidak demokratis. Kelurahan Muncul juga dianggap gagal menyediakan akses informasi publik secara layak, baik melalui media sosial, website resmi, maupun kanal komunikasi lain yang seharusnya terbuka bagi seluruh warga.
“Tidak pernah ada sosialisasi ke warga soal Perwali 103/2022. Padahal itu dasar hukum yang katanya dipakai. Tiba-tiba langsung ada sistem perwakilan RT, dan kami tidak pernah diajak rembukan,” ujar salah satu warga Baru Asih yang turut menandatangani petisi penolakan sistem pemilihan tersebut.
Warga Baru Asih RW 03 pun telah menyusun petisi resmi penolakan terhadap sistem pemilihan yang menggunakan 20 orang perwakilan dari tiap RT alih-alih pemilihan langsung oleh warga.
Petisi tersebut telah ditandatangani oleh ratusan warga dari 4 RT yaitu RT 10, RT 09, RT 08, dan RT 07, hal itu sebagai bentuk keberatan warga terhadap sistem yang dianggap tidak demokratis dan tidak melibatkan partisipasi publik yang adil.
Namun, alih-alih menerima kritik dan aspirasi warga sebagai bentuk koreksi yang sah dalam negara demokrasi, Kelurahan Muncul justru merespons dengan mengeluarkan surat tanggapan berisi 5 poin.
Salah satu poin, yakni poin ke-5, dinilai paling kontroversial karena sarat muatan intimidatif. Adapun hal-hal yang berpotensi menimbulkan gangguan kamtibmas dalam pelaksanaan pemilihan Ketua RW 03, kami akan berkoordinasi dengan pihak yang berwajib.
Pernyataan tersebut memicu keresahan di kalangan warga. Mereka merasa aspirasi dan kritik yang sah justru dianggap sebagai potensi ancaman ketertiban, bukan sebagai bagian dari proses demokrasi yang sehat.
Menanggapi hal ini, Bayu Pranata, pemuda dari RT 10 yang juga menjabat sebagai Ketua GP Ansor Kecamatan Setu, menyayangkan sikap kepala kelurahan yang dinilai defensif dan tidak bijak dalam merespons dinamika warganya.
“Kalau kepala kelurahan merespons kritik dan saran warga sebagai ancaman, sebaiknya mundur saja dari jabatannya. Ini negara demokrasi. Warga punya hak untuk menyampaikan aspirasi, apalagi soal pemilihan pemimpin lingkungan mereka sendiri,” tegas Bayu, dalam keterangan resmi yang diterima TintaOtentik.Co, (27/9/2025).
Bayu menambahkan bahwa seharusnya proses pemilihan RW menjadi ajang edukasi demokrasi yang sehat dan terbuka, bukan sebaliknya menjadi alat kekuasaan yang menutup ruang partisipasi masyarakat.
“Warga RW 03 Baru Asih saat ini menuntut agar pemilihan Ketua RW ditinjau ulang, dilakukan sosialisasi ulang Perwali 103/2022, serta mekanisme pemilihan diubah menjadi lebih transparan dan inklusif,” papar Bayu.
“Mereka berharap perhatian serius dari pihak kecamatan, wali kota, dan instansi terkait untuk mencegah terjadinya konflik horizontal di masyarakat akibat lemahnya komunikasi dari pihak kelurahan,” tandas Bayu.
Laporan: iwanpose