TintaOtentik.Co – Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) melalui Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi (DSDABMBK) terus berupaya menangani banjir yang kembali melanda beberapa wilayah pada 5–6 Juli 2025. Dari pemantauan DSDAMBK, sedikitnya 20 titik banjir teridentifikasi, mencakup kawasan permukiman seperti Taman Mangu, Kayu Gede, Bukit Nusa Indah, hingga Tanah Tingal.
Kepala Dinas SDABMBK Tangsel, Robby Cahyadi, menegaskan bahwa sejumlah penanganan telah dilakukan dan akan terus diperkuat ke depannya. Ia mencontohkan di Taman Mangu, tanggul yang sebelumnya diduga jebol ternyata bukan berasal dari turap sungai melainkan pagar warga di sekitar drainase Jalan Ceger.
“Sebetulnya untuk turap di Taman Mangu itu sudah selesai. Yang jebol kemarin adalah pagar rumah warga di drainase, bukan tanggul sungai,” kata Robby saat ditemui.
Selain itu, di kawasan Pondok Maharta, tanggul yang ada sebenarnya sudah ditinggikan, dan perbaikan pintu air juga telah dilakukan. SDAMBK juga menjalankan pengerukan sedimen secara rutin di tandon dan aliran sungai. Namun, tingginya curah hujan menjadi tantangan besar yang melebihi kapasitas tampung sungai dan tandon yang ada.
“Memang ada gap antara curah hujan dan kapasitas sungai kita. Ini yang sedang kita cari solusinya,” ungkap Robby.
Sebagai langkah strategis, Wali Kota Tangsel telah menginstruksikan pembangunan ribuan sumur resapan serta tandon dan long storage. Jika tidak ada lahan kosong, maka area bawah jalan akan dimanfaatkan sebagai penampungan air secara memanjang.
Solusi ini difokuskan pada kawasan permukiman, seperti Pondok Maharta dan Pondok Bintaro Indah, yang kerap terdampak banjir bukan dari aliran sungai utama, melainkan dari genangan lokal.
Terkait genangan di jalan utama, Robby menjelaskan bahwa itu disebabkan oleh keterbatasan kapasitas drainase. Meskipun ukuran drainase saat ini sudah cukup besar, curah hujan ekstrem membuat saluran tak mampu menampung debit air.
“Kalau ada genangan sekitar 10 cm di jalan, itu karena sistem drainasenya memang belum maksimal. Tapi kita terus lakukan pembersihan dan perbaikan saluran, serta penyambungan hingga ke titik pembuangan,” jelasnya.
Robby menambahkan, pihaknya telah memiliki kajian masterplan drainase kota, namun pelaksanaan di lapangan terkendala kepemilikan lahan. Beberapa warga atau pengembang enggan lahannya dialiri saluran karena khawatir terdampak banjir.
“Kita sudah punya masterplannya. Tapi banyak kendala seperti lahan milik pribadi yang menolak dialiri drainase,” katanya.
Untuk manajemen pengelolaan air, Pemkot Tangsel telah menerapkan sistem terintegrasi dengan menggabungkan tanggul, pompa, pintu air, dan tandon. Salah satu tantangan besar, menurut Robby, ada di wilayah Kayu Gede. Di sana, aliran air tersumbat akibat sampah yang menumpuk di saringan sebelum dibuang ke Sungai Angke. Hal ini menyebabkan air meluap ke permukiman.
“Airnya tersumbat karena banyak sampah. Trash rack kita penuh, air tidak bisa mengalir ke Angke,” jelasnya.
Ia menegaskan, penanganan banjir tidak bisa hanya dilakukan secara teknis semata, tapi juga perlu perubahan perilaku masyarakat. Wali Kota Tangsel juga disebut terus menggaungkan pentingnya tidak membuang sampah ke sungai.
Sebagai kesimpulan, Robby menekankan bahwa penanganan banjir harus dilakukan dari hulu ke hilir. Di permukiman, diperlukan penambahan sumur dan kolam resapan. Sementara di jalan, drainase yang ada akan terus dibenahi agar aliran menuju pembuangan lancar.
“Kami juga akan ajak para pengembang untuk menambah tandon dan kolam resapan di kawasan mereka. Sekarang memang sudah ada, tapi kami akan minta ditingkatkan,” pungkasnya.
Laporan: iwanpose
