TintaOtentik.co – Direktur Utama LKBN Antara, Akhmad Munir, menegaskan bahwa Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran harus tetap melindungi kebebasan pers serta hak berekspresi. Ia menyoroti bahwa kebebasan pers telah dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, sehingga regulasi penyiaran tidak boleh menghambat praktik jurnalisme yang independen dan berkualitas.
“RUU Penyiaran harus tetap menjamin penyelenggaraan kebebasan pers, hak kebebasan berekspresi, dan kemerdekaan berpendapat,” ujar Munir dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR RI terkait pembahasan RUU Penyiaran, Senin (10/3/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Munir juga menyoroti pentingnya regulasi yang mendukung model bisnis penyiaran yang lebih adil dalam persaingan pasar digital global. Menurutnya, hal ini diperlukan untuk menjaga keberlanjutan industri penyiaran nasional.
Selain itu, ia mendorong agar RUU Penyiaran mengatur kewajiban bagi platform digital global untuk tunduk pada regulasi penyiaran Indonesia, terutama dalam hal distribusi konten jurnalistik.
“Mewajibkan platform digital global untuk melakukan verifikasi sumber berita dan bekerja sama dengan kantor berita negara. Kemudian regulasi terkait penyebaran konten berita produksi asing terutama yang memengaruhi stabilitas politik, ekonomi, dan sosial di Indonesia,” jelas Munir.
Sebelumnya, DPR telah menyepakati sebanyak 41 rancangan dan revisi undang-undang (RUU) yang akan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2025. Salah satu yang menjadi prioritas pembahasan adalah RUU Penyiaran yang diusulkan oleh Komisi I DPR RI.
RUU Penyiaran ini sebenarnya telah bergulir sejak periode DPR RI 2019-2024, namun hingga kini belum mencapai tahap pengesahan. Pada awal 2024, draf RUU ini sempat menjadi sorotan publik karena dinilai berpotensi mengancam kebebasan pers.
Salah satu poin yang menuai kritik adalah pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi yang tertuang dalam Pasal 50B ayat (2) draf RUU versi Maret 2024. Sementara itu, Pasal 50B ayat (3) mengatur sanksi bagi pelanggar ketentuan tersebut, mulai dari teguran tertulis, pemindahan jam tayang, pengurangan durasi siaran, penghentian sementara siaran, denda, hingga rekomendasi pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP).
Selain itu, Pasal 50B ayat (4) juga menyebutkan bahwa pengisi siaran dapat dikenakan sanksi berupa teguran dan/atau larangan tampil di media penyiaran.