TintaOtentik.co – Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Hiariej, menyatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru dirancang untuk mengubah cara pandang hukum pidana di Indonesia. KUHP ini tidak lagi berorientasi pada pembalasan, tetapi lebih menekankan keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.
Menurut Eddy, masyarakat Indonesia masih cenderung berpikir bahwa hukum pidana harus memberikan hukuman yang berat bagi pelaku kejahatan.
“Bukan saja saudara-saudara sekalian, saya pribadi pun kalau lihat ada pelaku kejahatan ditangkap, pasti yang ada di dalam benak itu dia bisa dihukum seberat-beratnya, apalagi kalau kita korban. Itu paradigma yang kuno, paradigma zaman Hammurabi,” ucapnya dalam Webinar Sosialisasi UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP di Jakarta, Kamis.
Ia menilai bahwa pola pikir ini telah membentuk karakter masyarakat dalam memahami hukum pidana. Namun, di banyak negara, sistem hukum pidana modern tidak lagi berpegang pada prinsip lex talionis atau hukum pembalasan, di mana hukuman bagi pelaku kejahatan harus setimpal dengan perbuatannya.
Eddy mengakui bahwa mengubah cara berpikir masyarakat mengenai hukum pidana tidak mudah. Namun, perubahan ini telah dituangkan dalam KUHP baru yang akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.
Untuk mendukung implementasi KUHP baru, Eddy menegaskan bahwa pemerintah akan terus melakukan sosialisasi agar masyarakat lebih memahami konsep hukum pidana yang lebih modern. Sosialisasi ini akan dimulai dari aparat penegak hukum sebelum diperluas ke masyarakat umum.
KUHP baru mengusung tiga pendekatan utama dalam hukum pidana, yaitu keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.
Keadilan korektif berfokus pada pelaku, di mana setiap kesalahan harus dikoreksi.
“Koreksi yang dimaksud di sini tidak harus sanksi pidana, tetapi ada pula sanksi tindakan,” terang Eddy.
Keadilan restoratif bertujuan untuk memulihkan keadaan korban serta mengembalikan keseimbangan sosial yang terganggu akibat tindak pidana.
Sementara itu, keadilan rehabilitatif diterapkan baik kepada pelaku maupun korban. Dalam konsep ini, pelaku tidak hanya dihukum atau dikoreksi, tetapi juga diperbaiki. Begitu pula dengan korban, yang tidak sekadar mendapat pemulihan, tetapi juga mengalami perbaikan secara lebih menyeluruh.
“Inilah paradigma hukum pidana modern yang tidak lagi pada keadilan retributif, tetapi keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif. Itu semua merupakan visi KUHP Nasional,” tukasnya.