TintaOtentik.co – Politikus PDIP, Guntur Romli, mengunggah surat presiden (Surpres) dari Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), yang mengusulkan kepada DPR untuk membahas revisi UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada 5 Mei 2021. Â
Surpres dengan Nomor R-21/Pres/05/2021 tersebut meminta agar dibahas dalam sidang DPR dengan prioritas utama. Jokowi juga menugaskan Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM untuk membahas rancangan UU tersebut.
Dalam draf RUU yang diajukan, Pasal 7 Ayat (1) mengatur tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen, namun Pasal 7 Ayat (3) menyebutkan tarif PPN dapat diubah antara 5 persen hingga 15 persen.
Setelah pembahasan yang berlangsung selama sekitar tiga bulan, RUU ini disahkan pada 7 Oktober 2021 menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Delapan fraksi partai di DPR, yaitu PDIP, Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, NasDem, PKB, dan PPP, menyetujui pengesahan RUU HPP dalam rapat paripurna, sementara PKS menolaknya.
Guntur menyatakan bahwa dengan melihat kondisi perekonomian saat ini, tarif PPN seharusnya bisa diturunkan menjadi lima persen. Ia kemudian mempertanyakan mengapa pemerintah tetap bersikeras menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen.
“Kalau kesepakatan yang dulu, kemudian dilihat dari konteks perekonomian saat ini bermasalah, ya harus siap dikoreksi/diubah, apalagi UU-nya menyatakan dimungkinkan berubah, PPN bisa turun 5%, kenapa ngotot banget tetap mau dinaikkan 12%? Jadilah orang kritis jangan jadi penjilat,” terang Guntur.
Para elit partai politik yang berada di parlemen saat ini tengah memperdebatkan asal-usul UU yang menyebabkan kenaikan PPN menjadi 12 persen. Partai Gerindra, yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, menuding PDIP berubah sikap.
Gerindra merasa heran dengan posisi PDIP yang sekarang menolak kenaikan PPN menjadi 12 persen, padahal partai tersebut terlibat dalam pembahasan dan pengesahan UU HPP.